Review Investasi 2024

 Dikalahkan Pasar Lagi? Ternyata Tidak!

Tahun ini, sebuah kejutan kecil terjadi. Setelah beberapa tahun sebelumnya IHSG selalu unggul, kali ini portofolio saya justru berhasil sedikit mengungguli IHSG. Memang bukan kemenangan besar—hanya beda tipis—tapi tetap, ini adalah langkah maju.

Jadi, mari kita bahas perjalanan investasi saya di tahun 2024: bagaimana pasar bergerak, bagaimana portofolio saya berkembang, dan pembelajaran apa yang bisa saya ambil dari tahun ini.

1. Kondisi Pasar 2024: IHSG Vs. Dunia

Kita mulai dari pasar saham Indonesia. IHSG turun 1.58% sepanjang tahun 2024, mencerminkan tantangan yang cukup berat di pasar lokal. Grafik di bawah ini memperlihatkan perjalanan IHSG tahun ini, di mana indeks sempat mencapai puncak di 7,905.39, sebelum akhirnya turun ke 7,164.43 di penghujung tahun.



Sebaliknya, di Amerika Serikat, pasar saham justru tampil cemerlang. S&P 500 naik 24.74% sepanjang tahun, dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan teknologi, terutama di sektor AI. Berikut grafik pergerakan S&P 500:



Ini menegaskan pentingnya diversifikasi portofolio ke pasar global, terutama untuk menangkap peluang di sektor-sektor pertumbuhan tinggi.

2. Kinerja Portofolio Saya: Cerita di Balik Angka

Secara keseluruhan, portofolio saya mencatatkan penurunan sebesar -0.6%, sedikit lebih baik dibanding IHSG. Namun, hasil ini merupakan kombinasi dari cerita sukses dan beberapa underperformers yang menarik untuk dibahas. Berikut adalah rincian lebih mendalam:

Pemenang Terbesar

  • Google (Alphabet Inc.)
    Saham Google menjadi bintang utama portofolio, mencatatkan kenaikan luar biasa sebesar +78.9%. Lonjakan ini didorong oleh inovasi-inovasi signifikan, seperti pengembangan chip komputasi kuantum baru bernama Willow, yang memperkuat posisi Alphabet dalam teknologi mutakhir. Selain itu, divisi kendaraan otonomnya, Waymo, memperluas layanan rideshare tanpa pengemudi ke beberapa kota besar di AS, seperti San Francisco.

Catatan Penting: Meskipun performa Google luar biasa, perusahaan menghadapi tantangan hukum antitrust yang dapat memengaruhi prospek jangka pendek.

  • S&P 500 (GoTrade)
    Indeks ini memberikan kenaikan +48.7%, didukung oleh pemulihan ekonomi AS yang kuat dan pertumbuhan di sektor AI. Saham-saham teknologi seperti Nvidia dan Microsoft menjadi pendorong utama indeks ini.

Underperformers yang Menekan Portofolio

  • SIDO (Sido Muncul)
    Saham ini turun -20.6%, mencerminkan tekanan di sektor konsumsi lokal akibat daya beli masyarakat yang melemah.
    Pelajaran: Saham defensif tidak selalu kebal terhadap tekanan ekonomi. Evaluasi berkala terhadap sektor dan fundamental saham tetap penting.

  • TLKM (Telkom Indonesia)
    TLKM mengalami penurunan -22.1%, dipengaruhi oleh margin yang menyusut dan persaingan ketat di sektor telekomunikasi.
    Pelajaran: Potensi jangka panjang tetap ada, tetapi fokus pada inovasi dan efisiensi akan menjadi kunci.

  • BNI-AM Indeks IDX30
    Reksa dana indeks ini turun -8.4%, mencerminkan tekanan pada saham-saham berkapitalisasi besar di Indonesia.
    Pelajaran: Reksa dana indeks tetap menjadi alat diversifikasi yang baik, tetapi tetap rentan terhadap kinerja pasar secara keseluruhan.

Stabilitas dari Obligasi Pemerintah

Obligasi pemerintah seperti ORI dan ST memberikan kontribusi positif dengan imbal hasil yang stabil sepanjang tahun. Ini membantu mengurangi dampak dari volatilitas di pasar saham.

Saham Baru di 2024

  • BMRI (Bank Mandiri)
    Ditambahkan ke portofolio pada Maret, mencatatkan penurunan -7.0%, tetapi tetap menarik untuk jangka panjang karena fundamental kuatnya.


3. Pelajaran Penting Tahun Ini

Setiap tahun selalu membawa pelajaran baru, dan 2024 tidak berbeda. Berikut enam pelajaran utama yang saya dapatkan dari perjalanan investasi tahun ini:

Setiap tahun selalu membawa pelajaran baru, dan 2024 tidak berbeda. Berikut enam pelajaran utama yang saya dapatkan dari perjalanan investasi tahun ini:


1. Diversifikasi Global Itu Esensial

Kinerja luar biasa saham internasional, seperti Google dan indeks S&P 500, menegaskan pentingnya menyebar investasi ke pasar global. Ketika IHSG dan saham lokal menghadapi tekanan, kontribusi besar dari aset global mampu menjaga portofolio saya tetap stabil.


Kesimpulan: Jangan terlalu bergantung pada pasar lokal. Diversifikasi secara geografis dapat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan spesifik suatu negara atau wilayah, sekaligus membuka peluang di sektor yang mungkin lebih berkembang di luar negeri.


2. Stabilitas Itu Penting, dan Obligasi Memberikannya

Di tengah volatilitas pasar saham, obligasi pemerintah seperti ORI dan ST menjadi jangkar stabilitas. Mereka tidak hanya memberikan pendapatan tetap, tetapi juga membantu menenangkan portofolio di tahun yang penuh tantangan.


Kesimpulan: Komponen pendapatan tetap sangat penting untuk menciptakan keseimbangan dalam portofolio. Obligasi menawarkan perlindungan dari fluktuasi pasar, terutama saat aset berisiko seperti saham mengalami tekanan.


3. Saham Defensif Juga Bisa Tersandung

SIDO, yang selama ini dianggap sebagai saham defensif, justru turun signifikan akibat melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada saham yang benar-benar “aman” dari tekanan ekonomi makro.


Kesimpulan: Penting untuk mengevaluasi secara berkala sektor-sektor yang sebelumnya dianggap aman, dan memastikan bahwa fundamental perusahaan tetap mendukung.


4. Inovasi adalah Masa Depan

Perusahaan seperti Google yang terus berinovasi dalam teknologi mutakhir, seperti chip quantum Willow dan kendaraan otonom Waymo, menunjukkan bahwa inovasi adalah pendorong pertumbuhan terbesar. Sebaliknya, saham lokal seperti TLKM menghadapi tantangan dalam memaksimalkan layanan digitalnya.


Kesimpulan: Investasi di perusahaan yang memimpin perubahan, terutama di sektor teknologi, dapat memberikan hasil yang luar biasa. Namun, perlu diimbangi dengan pemahaman risiko tinggi yang sering menyertai inovasi.


5. Kesabaran dan Konsistensi adalah Kunci

Hasil investasi tidak selalu datang dalam waktu singkat. Penurunan saham BMRI dan beberapa saham lain mungkin mengecewakan, tetapi fundamental mereka tetap kuat, menunjukkan potensi jangka panjang.


Kesimpulan: Fokus pada strategi jangka panjang dan jangan mudah terpengaruh oleh fluktuasi jangka pendek. Kesabaran dalam memegang aset berkualitas adalah salah satu kunci keberhasilan.


6. Entry Point Penting untuk Maksimalkan Keuntungan

Tahun ini, saya mulai menggunakan indikator RSI (Relative Strength Index) dan MACD (Moving Average Convergence Divergence) untuk menentukan waktu masuk yang tepat sebelum membeli saham besar. Strategi ini terbukti efektif, terutama dalam mengurangi risiko membeli di harga puncak.


Kesimpulan: Memanfaatkan analisis teknikal untuk menentukan timing pembelian bisa menjadi game changer. Ini membantu memaksimalkan keuntungan dan mengurangi risiko kerugian akibat keputusan emosional.

2025, here we go!

1. Rebalancing Aset Berisiko Tinggi dan Memperkuat Posisi Obligasi

Portofolio saya akan melalui rebalancing, terutama pada alokasi saham dan reksa dana saham, termasuk IDX30. Rencana saya adalah mengurangi eksposur pada aset berisiko tinggi sehingga total alokasi untuk saham dan reksa dana saham menjadi 50% dari portofolio.


Sebagai gantinya, saya akan meningkatkan alokasi ke instrumen pendapatan tetap, terutama obligasi pemerintah seperti ORI dan ST. Saya akan menunggu hingga kondisi pasar lebih kondusif dan harga saham tidak lagi menunjukkan angka negatif sebelum melakukan penjualan dan pembelian obligasi. Strategi ini bertujuan untuk menciptakan portofolio yang lebih seimbang, dengan stabilitas dari obligasi dan potensi pertumbuhan dari saham.


2. Entry Point: Memaksimalkan Waktu Masuk Pasar dengan RSI dan MACD

Tahun 2024 mengajarkan saya pentingnya memilih waktu yang tepat untuk masuk pasar. Untuk itu, saya mulai menggunakan dua indikator teknikal utama: RSI (Relative Strength Index) dan MACD (Moving Average Convergence Divergence). Bagi yang belum familiar, berikut penjelasannya:

RSI (Relative Strength Index)

RSI mengukur kekuatan relatif dari pergerakan harga saham dalam skala 0 hingga 100.

Jika RSI di bawah 30, saham dianggap oversold (terjual berlebihan), yang bisa menjadi peluang untuk membeli.

Jika RSI di atas 70, saham dianggap overbought (dibeli berlebihan), sehingga lebih baik menunggu harga turun sebelum membeli.

Saya menggunakan RSI untuk melihat kondisi pasar apakah sedang ramai jualan atau ramai membeli untuk menentukan kapan sebaiknya membeli saham. 

MACD (Moving Average Convergence Divergence)

MACD adalah indikator yang menunjukkan tren harga dan momentum. Saya memerhatikan dua hal:

Crossover: Ketika garis MACD (garis cepat) memotong garis sinyal (garis lambat) dari bawah ke atas, ini adalah sinyal beli.

Divergensi: Jika MACD bergerak ke arah yang berbeda dari harga saham, ini bisa menjadi tanda pembalikan tren.

Dengan MACD, saya memastikan bahwa waktu pembelian saya sejalan dengan tren pasar, bukan melawan arus.


Menggunakan RSI dan MACD bersama-sama membantu saya memastikan bahwa saya membeli pada harga terbaik, meminimalkan risiko membeli di puncak harga. Strategi ini juga menjaga keputusan investasi tetap objektif, jauh dari pengaruh emosional.

Comments

Popular posts from this blog

The Land of Atoni

Dikalahkan Pasar - 2023 Review

Bagaimana Cara Mengatur Portfolio Investasi kita?

Perjalanan Investasi di Tahun 2022 (Part 4)

Time is a friend and enemy in investing